Selasa, 20 April 2010

PENEGAKAN KEADILAN DI INDONESIA PERLU PERJUANGAN GIGIH KREATIF

PENEGAKAN KEADILAN DI INDONESIA PERLU PERJUANGAN GIGIH KREATIF


Bahwasanya di Indonesia keadilan belum bisa ditegakkan sesuai tuntutan negara hukum, sudah tercermin di dalam praktek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tentunya orang sudah bosan membaca, mendengar dan melihat keadaan tersebut. Tapi apa boleh buat, kita harus berjuang terus demi tegaknya keadilan di Indonesia, sebab tanpa perjuangan keadaan tersebut tidak akan berobah dengan sendirinya. Tanpa adanya perjuangan, si pelaku ketidak adilan akan terus leha-leha dan senyum simpul meneruskan tindakannya.

Mari kilas balik sebentar, sekedar supaya tidak lupa akan adanya ketidak-adilan serius di Indonesia. Belum ada yang bisa menjelaskan sampai sekarang dengan gamblang: mau diapakan kasus korban pembunuhan massal 1965-66 dan korban kejahatan HAM lainnya yang berkaitan dengan peristiwa G30S. Dan bagaimana dengan kasus Tanjung Priok, Trisakti, Semanggi, Jl Diponegoro dll? Sebaliknya sudah gamblang dan terang benderang kasus Akbar Tanjung tentang penggelapan 40 milyar rupiah uang Bulog,, yang oleh setiap orang diyakini sebagai tindak kriminal yang memalukan, telah diloloskan oleh Mahkamah Agung.

Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari cukup norma-norma hukum, tapi ironisnya sulit sekali mencari keadilan. Sebab di mana saja masih bertengger orang-orang yang jiwanya hitam kelam yang tidak bisa ditembus sinar terang. Bahkan Kejagung dan Mahkamah Agung yang seharusnya aktif menegakkan keadilan, ternyata seperti yang dikatakan Hendardi (PBHI), hanya berfungsi sebagai mesin binatu: "Masuk barang kotor, keluar 'bersih''. Kasus Akbar Tanjung tersebut di atas merupakan contoh yang tepat dan aktual.

Tampak masih berlanjutnya praktek di jaman Suharto dulu, di mana ketika menteri-menterinya kedapatan melakukan korupsi, langsung kasusnya diselesaikan sendiri olehnya (Suharto) dengan pernyataan: kesalahan prosedur administrasi. Hanya bedanya dengan praktek di era ‘’reformasi’’sekarang ini ialah Suharto dulu tanpa menggunakan ''mesin binatu'', tapi dengan ‘’mesin sulap’’: barang kotor ditutup dengan selembar kain, dibuka jadi bersih. Suharto memang punya keahlian menyulap seperti ilusionis David Coppervield. Indonesia yang kaya raya oleh Suharto bisa disulap menjadi negara miskin dan banyak hutangnya, apalagi masalah korupsi dari menteri-menterinya dan para kroninya.

Keadaan langka keadilan di atas terus berjalan di Indonesia sampai dewasa ini, seiring dengan reformasi di bidang hukum dan keadilan yang tidak berjalan seperti yang diharapkan. Bersamaan itu pula, mereka yang tergolong dalam kontra-reformasi, yang dahulu pendukung atau kader Orde Baru terus mengadakan konsolidasi. Sungguh kita akan terperangah sejenak ketika melihat tayangan programma diskusi/dialog interaktif di Liputan6 SCTV mengenai keputusan MA yang membebaskan Akbar Tanjung, di mana Ruhut Sitompul (advokat, Golkar) dan ahli-ahli hukum semacamnya dengan emosional berteriak ''Setuju!!!'' Dan mereka berdalih dengan macam-macam referensi dan teori, tapi kosong melompong dari rasa keadilan.

Tapi alhamdulillah, tampak ada celah-celah yang bisa ditembus dalam mencari keadilan, yaitu pada Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus Pasal 60/g UU Pemilu keadilan bisa ditegakkan. Sehingga pasal diskriminatif terhadap para mantan anggota PKI dan ormasnya, dinyatakan bertentangan dengan UUD 45 dan karenanya tidak punya kekuatan hukum. Ini artinya telah berjalan proses penemuan jalan-jalan perjuangan yang realistis: mana yang obyektif bisa ditempuh. Kalau tembok beton tidak bisa diterobos, janganlah membenturkan kepala. Hancur kepala sendiri, temboknya tidak apa-apa. Tapi memang kita harus terus menerus berusaha menyusun kekuatan tidak hanya untuk menerobos, tapi juga untuk merobohkan tembok beton tersebut. Untuk itu semua kekuatan reformasi harus bersatu dan menghindarkan politik pecah belah dari lawan.

Kenyataan dewasa ini di Indonesia belum ada persatuan ke arah perjuangan menegakkan keadilan. Kesadaran untuk perjuangan bersama sangat tipis, semua mengarah kepada kepentingan golongan dalam menegakkan keadilan/HAM. Contoh: di ST MPR 2003 mengenai kasus Pencabutan TAP-TAP MPRS yang bertujuan untuk mengoreksi fakta sejarah sekitar perebutan kekuasaan oleh jenderal Suharto terhadap Presiden Soekarno (1965-1966), ternyata hanya PDIP saja yang berjuang. Padahal semua orang meng-klaim Bung Karno milik seluruh bangsa Indonesia. Mengenai Pasal 60/g RUU Pemilu ketika diperdebatkan di dalam DPR,juga hanya PDIP saja yang berjuang menentangnya. Perlu dipertanyakan di mana suara kekuatan kiri/kiri-baru disimpan dan disembunyikan.

Pencabutan TAP-TAP tersebutlah yang terpenting, bukannya pernyataan rehabilitasi. Tanpa pencabutan TAP-TAP tersebut berarti berlangsungnya pembenaran secara yuridis tindakan kudeta jenderal Suharto. Sedang nama besar Bung Karno yang telah diakui sebagai bapak nation Indonesia, tidak akan ada yang bisa mereduksi apalagi menghapus, sehingga tidak memerlukan adanya pernyataan rehabilitasi.

Di samping itu perlu disadari, bahwa usaha mencari keadilan harus dilancarkan ke segala arah dan penjuru, ke semua lembaga negara dan masyarakat. Kalau usaha tersebut hanya diarahkan ke Lembaga Eksekutif saja, niscaya akan menemukan hasil yang tidak memuaskan, apalagi Kabinet sekarang ini seperti dikatakan Presiden Megawati sendiri adalah sebagai “kranjang sampah” dalam “system pemerintahan abu-abu”.

Meskipun demikian pemerintah juga menampakkan satu langkah positif. Pemerintah dengan Surat Setwapres (Sekretaris Wakil Presiden) No. B.3/3 tanggal 15 Maret 2004 (tentang Pelaksanaan Keppres No.58/1996 dan Inpres No.4/1999), yang ditujukan kepada sejumlah instansi pemerintah (Jaksa Agung, Kapolri, Sekjen Kementerian Kabinet Gotong Royong, para pimpinan lembaga pemerintahan non departemen, pimpinan lembaga tinggi Negara, para gubernur dan bupati), meminta agar para pimpinan lembaga-lembaga negara tersebut menertibkan atau menindak aparat bawahan mereka yang masih memberlakukan SBKRI (Surat Bukti Keawarganegaraan Republik Indonesia) bagi warga Negara keturunan Tionghoa, India dan lain-lainnya. Diharapkan dengan surat tersebut perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif terhadap warganegara keturunan Tionghoa dll akan berakhir.

Langkah pemerintah tersebut di atas selanjutnya haruslah didorong menuju kepada penghapusan Instruksi Mendagri No.32 Tahun 1981 yang mengakibatkan para mantan tapol, meskipun sudah “bebas”, tapi dalam praktek masih memikul penderitaan tindakan yang tidak adil, diskriminatif dan bertentanagan dengan HAM. Maka mendorong pemerintah untuk bisa melangkah ke arah itu adalah tugas kekuatan reformasi seluruhnya dan mantan tapol bersangkutan pada khususnya. Pengalaman perjuangan di Mahkamah Konstitusi bisa dipakai sebagai modus operandi untuk menuntut pencabutan Instruksi Mendagri tersebut di atas, ialah langsung menuntut kepada Menteri Dalam Negeri dan juga Menteri PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) agar aparat bawahan mentaatinya.

Dengan demikian pernyataan-pernyataan umum tentang ketidak-adaan kemauan politik pemerintah, tidak akan membawa hasil riil tanpa adanya perjuangan konkrit langsung kepada sasaran. Bahkan secara tidak sadar pernyataan-pernyataan umum demikian akan membelokkan perjuangan ke arah jalan sesat penuh kabut, yang tidak bisa melihat peta politik Indonesia dewasa ini secara jelas. Bahkan hal itu bisa diasumsikan sebagai ketunggangan secara langsung atau tidak langsung oleh golongan tertentu yang berkepentingan dalam pemilu untuk mendiskreditkan Megawati/PDIP. Tentu saja kekuatan Orbalah yang gembira dan mengambil keuntungannya.

Di samping itu tentu perlu diingat bahwa kiprah PDIP di lembaga-lembaga tinggi negara tersebut di atas, tidak dapat dipisahkan dengan nama Megawati yang Ketua Umum PDIP dan juga presiden RI, yang Kabinetnya merupakan “kranjang sampah”. Sedang Presiden RI sendiri bukanlah Presiden PDIP, yang dapat berbuat apa saja seperti yang dilakukan fraksi PDIP di MPR dan DPR.

Dan juga perlu adanya pelurusan pandangan yang salah, bahwa presiden dalam system pemerintahan presidensial seakan-akan dapat memutuskan apa saja. Hal itu memang terjadi hanya dalam pemerintahan Orde Baru/Suharto, disebabkan seluruh Lembaga Tinggi Negara (MPR, DPR, DPA, MA, BPK), Golkar dan ABRI praktis merupakan alat kekuasaan rejim Orde Baru. Dengan demikian Suharto/Presiden dapat melakukan apa saja yang dikehendaki dengan garansi dukungan lembaga-lembaga negara, Golkar dan ABRI.

Tapi keadaan tersebut mengalami perubahan di era reformasi ini, dimana lembaga-lembaga tinggi negara dan parpol-parpol tidak lagi di bawah komando dan pengawasan eksekutif /Presiden (Ingat pada jaman Orba semua parpol di bawah pengawasan Pembina Politik). Sebaliknya bahkan lembaga Eksekutif (Kepresidenan) saat ini (setelah Amandemen UUD 45) kekuasaannya hampir menyerupai presiden dalam system parlementer (legislative heavy), meskipun secara yuridis masih system presidensial. Maka dari itu Presiden Megawati menyebut system pemerintahan dewasa ini abu-abu. Hal itu akan diperjelas dengan adanya multy partai dalam DPR/MPR dan tidak adanya partai yang menang mutlak dalam pemilu, yang berakibat Lembaga Eksekutif/Kabinet Presiden terbentuk dari “koalisi” bermacam-macam partai politik beserta aneka ragam corak kepentingannya.

Pendiskreditan Megawati/PDIP yang seakan-akan tidak mempunyai kemauan politik untuk membela HAM, membuktikan ketidak jelasan pandangan atas kondisi dan peta politik Indonesia dewasa ini. Hal ini juga merupakan pencerminan bahwa pihak pemecah-belah telah berhasil secara lihay melaksanakan politiknya. Pendiskreditan tersebut tidak akan punya nilai resultatif yang positif, kecuali hanya pelampiasan ketidak puasan yang mubazir dan menguntungkan bagi kekuatan orba.

Khusus mengenai kasus Korban pelanggaran HAM 1965-66, kita lihat bahwa dalam KOMNASHAM akhirnya bisa dibentuk bagian yang menanganinya. Ini adalah sebuah celah yang perlu dimanfaatkan seefektif mungkin, agar bisa membantu penegakan keadilan yang dikehendaki dan bisa mendorong pembentukan pengadilan atas kasus kejahatan HAM 1965-66 di Indonesia. Sedang sosialisasi di level internasional (internasionalisasi) kasus tersebut di Jenewa (Komisi HAM PBB) juga perlu dijalankan. Tapi berpengharapan yang berlebihan untuk mendapatkan keadilan di sana adalah suatu ilusi besar. Kita akan kecele nanti. Juga tentang usaha pengajuan kasus kejahatan HAM 1965-66 di sejumlah Mahkamah Internasional di Den Haag (Belanda), sebaiknya kita tidak usah ngotot menghabiskan enerji. Kita akan lebih kecele lagi, sebab tidak ada pintu terbuka untuk ke sana. Lebih baik kita memanfaatkan celah-celah yang ada di tanah air dewasa ini dan berusaha mencari celah-celah baru di semua lembaga negara, secara baik, cerdik, gigih dan kreatif. Ambillah juga hikmah dari pengalaman perjuangan-perjuangan di Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi.



Kebudayaan di Indonesia

Kebudayaan di Indonesia

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 731 suku, Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat kaya. Hampir setiap daerah memiliki tarian, musik, upacara adat, makanan, pakaian dan bahasa daerahnya sendiri. Kami kan memperkenalkan kepada anda beberapa dari antaranya.

Gamelan

Kata "Gamelan" digunakan di Indonesia untuk menjelaskan jenis musik di Indonesia dan alat musik yang digunakan. Kata tersebut berasal dari bahasa Jawa "gamel" yang berarti memukul atau menggunakan.

Gamelan terdiri dari 4 grup alat musik:

1. Alat musik yang memainkan lagu inti (Balungan). Termasuk di kategori ini adalah metalofon (batangan metal yang ditaruh berjajar dan berbunyi seperti lonceng), yang memiliki 3 ukuran yang berbeda dan memiliki interval setinggi 1 oktav, dan Slenthem, yang memiliki piringan yang bergemerincing. Resonator untuk alat musik ini terbuat dari bambu atau aluminium dan berbunyi 1 oktav lebih rendah.

2. Alat musik yang menjelaskan segmen tertentu dari sebuah lagu dan menentukan struktur lagu tersebut. Gong gantung yang besar (Gong ageng) menandai awal dan akhir dari sebuah lagu dan segmen-segmen yang lebih panjang. Kenong, gong yang memiliki resonator yang terbuat dari kayu, memainkan sub segmen yang lebih pendek.

3. Alat musik yang menghias melodi inti. Di antaranya adalah: Bonang (gong dengan 2 ukuran), Gender (metalofon dengan 2 ukuran), gambang, suling, rebab dan sitar. Penyanyi solo (pesidhen) dan grup penyanyi laki-laki (gerong) juga termasuk dalam kategori ini.

4. Pemain kendang yang memimpin grup dengan cara akustik, dimana ia memberikan tanda-tanda yang telah disetujui sebelumnya untuk mengakhiri lagu dan bagian-bagiannya dan untuk merubah tempo.

Pada gamelan yang lengkap bisa sampai dengan 40 pemusik mengambil bagian. Biasanya gamelan dimainkan di acara-acara keagamaan atau untuk mengiringi wayang.

Sumber: Wikipedia.de


Wayang

Wayang berasal dari bahasa Jawa dan berarti "bayangan". Kata tersebut dapat juga diartikan sebagai "roh". Wayang menjadi tontonan tradisi karena kebudayaan Indonesia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan nenek moyang. Menurut animisme, para dewa nenek moyang dapat berperan sebagai penjaga atau penghukum manusia. Karena itu manusia berusahan untuk menyenangkan hati para dewa atau meminta bantuan mereka dengan mengadakan upacara-upacara ritual. Salah satu cara adalah dengan memainkan wayang.

Wayang ada bermacam-macam (wayang golek, wayang kulit, wayang orang, ludruk, ketoprak, dll) dan dimainkan secara berbeda-beda tetapi memiliki kurang lebih peraturan yang sama. Wayang selalu dimainkan di masa-masa yang berhubungan dengan mitologi. Beberapa diantaranya menggambarkan festival-festival animismus dari penduduk asli dan penyembahan pada roh-roh daerah. Yang lainnya menggambarkan secara dramatis episode-episode dari cerita Ramayana atau Mahabharata (sejarah kuno agama Hindu).

Dalang yang memainkan wayang bekerja dalam seni drama yang sangat teratur, dimana hal tersebut memungkinkan adanya pertunjukan solo yang sebenarnya tanpa gangguan. Setiap lakon memiliki 3 bagian yang diatur dengan 3 kunci musik yang dimainkan oleh grup gamelan. Episode-episode standar muncul di urutan yang standar. Misalnya: "Pendengar yang terbuka" memperkenalkan konflik di dalam lakon, "Istana dalam" menggambarkan saat raja menemui ratu (-ratu)nya dan pada "Pendengar luar" tentara dilepaskan untuk berperang.

Dalang memilih dari sekitar 150 pilihan lagu, mencocokkannya dengan type episode, karakter, suasana atau tingkah laku. Boneka-boneka wayang dipahat agar supaya menyerupai karakter dan status yang dimainkan dan sesuai dengan motif yang telah ditentukan untuk mata, hidung, cara memandang, sikap tubuh, bentuk tubuh dan kostum. Dalang dapat memilih antara 1 atau boneka lain yang memainkan karakter yang sama, berwarna emas atau hitam, atau memiliki bintang atau bermimik tenang, untuk mengindikasikan suasana hati dari figur tersebut dalam episode-episode tertentu. Walaupun dalang hanya bekerja berdasarkan skenario dasar, ia dapat mengimprovisasikan setiap pertunjukan, menambahkan gurauan masa kini dan membentuk pertunjukan tersebut agar cocok dengan acara dan penonton. Dalang dan pemisuk pembantunya dan penyanyi laki-lakinya berimprovisasi dalam konvensi artistik yang walaupun kompleks dan tidak dapat ditebak tetapi sangat terkenal.

Sumber: Network Indonesia

Batik

Batik aslinya berasal dari bahasa Jawa "amba" yang berarti menulis dan "tik" yang berarti titik. Teknik tersebut diperkirakan telah berumur lebih dari seribu tahun. Walaupun tidak pernah ada keterangan yang pasti dimana batik pertama kali ditemukan, banyak pengamat percaya bahwa batik dibawa ke asia oleh wisatawan dari pulau India.

Membatik, biasanya dipraktekan secara eksklusif di pulau Jawa, membutuhkan proses anti-wax yang menyeluruh, dimana setiap bagian dari bahan yang tidak seharusnya diberi warna dibalut dengan wax pada kedua sisi sebelum bahan tersebut dicelup ke dalam pewarna. Dengan menggunakan tempat wax yang menyerupai pen yang disebut canting, model yang ruwet dan sulit dapat dibuat. Proses membatik membutuhkan waktu yang lama dan batik yang dibuat seluruhnya dengan tangan membutuhkan beberapa minggu hingga selesai. Banyak batik modern sekarang dibuat dengan menggunakan cap tembaga untuk melapiskan wax, dimana proses menjadi sangat cepat dan mengurangi biaya.

Indonesia adalah negara yang penuh dengan bermacam-macam perbedaan dan batik Indonesia memperlihatkan banyak corak. Beberapa model tradisional masih membawa motif yang dipengaruhi mistik, model lain mengilustrasikan tanaman, hewan dan manusia, dan beberapa model lain mempunyai corak yang sangat sulit. Model batik tradisional (biasanya menggunakan warna bumi dan sangat rumit) telah dipesan secara eksklusif oleh keluarga keraton Jawa. Model batik modern biasanya memiliki warna yang lebih terang dibandingkan dengan model batik tradisional.

Sumber: Network Indonesia, Wikipedia.de

persoalan di perbatasan Irak

persoalan di perbatasan Irak

BOGOTA, KOLOMBIA (SuaraMedia News) – Rencana AS untuk menggunakan markas militer Kolombia mendapat tentangan di Amerika Selatan meskipun Washington telah berusaha menenangkan mereka.

Para pemimpin garis kiri Amerika Selatan mengkritik rencana AS menempatkan militernya di Kolombia, menuduh Washington menggunakan perang melawan obat-obatan terlarang sebagai kedok untuk meningkatkan keberadaan militernya di kawasan tersebut.

Konsultan urusan luar negeri presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan pada Jones pada hari Selasa bahwa Brazil menentang prospek penempatan personel militer AS di markas-markas militer Kolombia.

“Saya tegaskan bahwa ini tidak ada hubungannya dengan posisi ideologi apa pun,” ujar Marco Aurelio Garcia setelah bertemu dengan Jenderal Jim Jones, Penasihat Keamanan Nasional presiden Obama yang mencoba meredakan kekhawatiran tentang kehadiran militer AS di kawasan.

Jones mengatakan ketakutan bahwa markas-markas itu akan meningkatkan desain militer AS melebihi upaya memberantas narkoba di Kolombia tidak dapat dibuktikan.

Terlepas dari jaminan Jones itu, negara-negara Amerika Selatan tetap mengecam rencana tersebut.

Brazil mengkritik rencana ini dan mengatakan bahwa “markas-markas militer asing di kawasan ini tampak seperti peninggalan Perang Dingin.”

Hanya presiden Peru, Alan Garcia, sekutu lain AS di kawasan, yang mendukung keputusan presiden Kolombia, Alvaro Uribe.

Ini setelah presiden Bolivia, Evo Morales, mengatakan setelah bertemu dengan Uribe pada hari Selasa bahwa ia akan mendesak bangsa Amerika Selatan untuk menolak rencana tersebut.

Morales mengatakan kelompok pemberontak Kolombia, FARC, yang melakukan perdagangan obat-obatan terlarang menjadi “alat yang sempurna” bagi Washington untuk merayu Bolivia dan membenarkan operasi militernya di kawasan ini.

“Apa yang dikatakan AS ketika menginvasi Irak? Mereka bilang Irak memiliki senjata pemusnah masal. Di mana senjata itu? Saddam adalah sasaran yang sebenarnya. Di kawasan kita, kedok mereka adalah perang melawan perdagangan obat-obatan terlarang.”

Presiden Venezuela, Hugo Chavez, yang telah lama berseberangan dengan AS, mengatakan ia khawatir markas-markas itu akan digunakan untuk melakukan invasi terhadap negaranya oleh sebuah “kekuatan militer Yankee”.

Ia juga mengatakan rencana Kolombia itu dapat menjadi sebuah langkah menuju perang di Amerika Selatan dan menyerukan kepada presiden Obama untuk tidak meningkatkan keberadaan militer AS di Kolombia.

“Markas-markas tersebut dapat menjadi awal dari sebuah perang di Amerika Selatan,” ujar Chavez. “Kita sedang membicarakan para Yankee, bangsa paling agresif dalam sejarah umat manusia.”

Pada hari Senin, Marco Aurelio Garcia, konsultan urusan luar negeri presiden Brazil, bertemu dengan Chavez, yang telah membekukan hubungan dengan Kolombia atas kemungkinan pelanggaran yang akan dilakukan AS terhadap negara-negara tetangga di kawasan.

Tanpa membeberkan isi pembicaraannya dengan Chavez, Garcia mengatakan ia telah mengungkapkan posisi Venezuela kepada Jones.

“Ini saatnya untuk melakukan aksi yang lebih diplomatis dan menghindari perang media,” ujarnya.

“Hubungan AS dengan beberapa negara di Amerika Selatan sangat lemah,” ujar Garcia sambil menyarankan “sebuah dialog konsisten yang mengesampingkan persoalan-persoalan sekunder dan fokus pada masalah yang mendasar.”

Ia mengatakan Jones meyakinkannya bahwa AS mencari markas di Kolombia hanya untuk memfasilitasi “aksi kemanusiaan” dan membantu memberantas perdagangan obat-obatan terlarang.

Namun, Garcia tampaknya tidak dapat diyakinkan.

“Tak peduli sebanyak apa penjelasan yang diberikan,” ujarnya, markas militer asing di kawasan mereka “tidak terlihat sebagai sebuah faktor yang akan berkontribusi meredakan ketegangan.”

Garcia mengatakan, sementara Brazil tidak akan menjadikan isu markas Kolombia menjadi pemicu ketegangan dengan AS, Brasilia berharap dapat melihat Washington membuka dialog baru dengan Amerika Latin.

“Saya katakan padanya (Jones) bahwa Lula memiliki hubungan yang sangat baik dengan presiden Bush dan ia memiliki ekspektasi yang lebih besar terhadap presiden Obama,” ujar Garcia.

Ia juga menyebutkan kekhawatiran Brazil mengenai markas asing di Kolombia.

“Saya tidak yakin kedaulatan akan terancam, tapi saya juga tidak yakin bahwa pendirian markas yang tidak begitu jelas tujuan keberadaannya di dekat perbatasan Amazonia, yang seringkali menjadi obyek keserakahan internasional, akan menjadi sesuatu yang positif,” ujarnya.

Lula tidak akan mencoba menghalangi Uribe menandatangani perjanjian dengan AS, namun ia akan mendesak Kolombia untuk mempertimbangkan keuntungan dari kesepakatan tersebut. (rin/f24/lht/ptv) Dikutip oleh www.suaramedia.com

Indonesia-Singapura Tandatangani Perjanjian Perbatasan Laut

Indonesia-Singapura Tandatangani Perjanjian Perbatasan
Laut
Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua
negara di segmen barat.
Acara penandatanganan itu dilakukan oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu
Singapura George Yeo di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Jakarta, Selasa.
"Perjanjian (yang ditandatangani) ini adalah perjanjian batas laut bagian barat di dekat
Tuas-Pulau Nipa," kata Hassan. Hassan menjelaskan bahwa perjanjian itu adalah
perjanjian perbatasan laut kedua yang disepakati oleh kedua negara. "Perjanjian
sebelumnya ditandatangani pada 25 Mei 1973," katanya. Menurut Hassan,
penandatangan perjanjian itu merupakan cermin dari komitmen kedua negara untuk
mematuhi Hukum Laut Internasional. Penandatangan perjanjian batas laut tersebut, kata
dia, juga akan mendorong peningkatan kerjasama dwipihak.
Mengingat Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di kawasan maka diplomasi
perbatasan merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan hubungan bertetangga yang
baik. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa keberhasilan perundingan
perjanjian batas laut segmen barat itu memberikan optimisme penyelesaian perundingan
perjanjian batas laut segmen timur sekali pun tidak memberikan tenggat untuk
perundingan segmen timur tersebut.
Sementara itu, Menlu Singapura George Yeo mengatakan bahwa seusai proses ratifikasi
perjanjian batas laut segmen barat itu maka perundingan batas laut segmen timur akan
segera dilakukan.
Dengan selesainya batas laut wilayah pada segmen barat itu maka masih terdapat segmen
timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan.
Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam-Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah
sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil
negosiasi lebih lanjut Singapura-Malaysia pasca keputusan ICJ.
Kesepakatan perjanjian batas laut segmen barat itu adalah hasil dari delapan putaran
perundingan yang telah dilakukan oleh kedua negara sejak 2005.
Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan
hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi
Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua negara adalah pihak pada konvensi.
Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik
dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia
(archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Garis pangkal itu adalah garis negara pangkal kepulauan yang
dicantumkan dalam UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbarui dengan
PP No.38/2002 dan PP No.37/2008.
Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat itu akan mempermudah aparat
keamanan dan pelaksanaan keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura
karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan kedua negara.
Sumber : antara.co.id